Kemarin saya berkesempatan menghadiri sebuah seminar yang diadakan oleh salah satu departemen pemerintah dalam rangka sosialiasi Undang-undang di hotel di bilangan Pecenongan. Sosialisasi tersebut sebenarnya ditujukan untuk para hakim, kejaksaan dan kepala-kepala biro hukum departemen-departemen pemerintah lainnya, namun atas jasa baik kenalan saya di departemen tersebut, saya dan satu orang rekan dari kantor diperbolehkan turut menghadiri.
Acara yang dijadwalkan mulai jam 9 akhirnya baru dimulai jam 10 karena petinggi yang akan memberi pidato sambutan sekaligus menandakan acara tersebut resmi dibuka terlambat. (Ahh tipikal..) Tapi yang kemudian membuat saya agak terperangah adalah acara selanjutnya. "Menyanyikan lagu Indonesia Raya", begitu si MC berujar. Lalu, semua dipersilahkan berdiri, dan tampak seorang mbak-mbak maju ke depan untuk memimpin kami semua menyanyikan lagu kebangsaan kita itu. Saya tak bisa ingat kapan terakhir kali saya menyanyikan Indonesia Raya. Saya pikir terakhir kali waktu upacara sewaktu sma dulu, tapi lalu saya br inget belum lama2 ini saya dan Opiq pernah sekali tiba2 menyanyikan Indonesia Raya di mobil diikuti dengan lagu2 wajib nasional lainnya. Ohh rasanya menyenangkan dan rindu sekali dan kami bertanya-tanya apakah anak-anak jaman sekarang masih diajarkan lagu-lagu itu di sekolahnya.
Kembali ke Seminar. Kami semua menyanyikan Indonesia Raya dengan khidmat, saya sampai merasakan bulu2 di sekujur tubuh saya berdiri. Merinding. Tiba-tiba saya bangga menjadi seorang Indonesia.
Seminar berakhir sekitar pukul 13.00, yang langsung diikuti dengan acara makan siang. Selesai makan, saya dan teman saya lalu beranjak ke meja pendaftaran untuk mengambil sertifikat. Lalu si petugas sertifikat bilang, "Mbak, jangan lupa tanda pesertanya ditukar kesana", sambil menunjuk ke meja di sebelahnya. "Sahhh elah, name tag jelek gini aja harus dibalikin nih?", begitu pikir saya, suuzon. Sayapun ke meja itu dan memberikan name tag saya, lalu sebagai gantinya saya menerima amplop. Begitu saya buka, terdapat uang sejumlah Rp. 110.000 di dalamnya. Saya kaget dan langsung cekikikan bersama teman saya. Mungkin kami disangka pegawai pemerintahan spt yang lain mengingat status kami di seminar itu memang sebagai tamu tak resmi. Langsung teringat cerita teman yang pernah bekerja di salah satu BUMN yang bercerita bahwa memang begitu kultur kantor pemerintahan. Ikut gerak jalan, dapat duit. Partisipasi (baca: setor muka dan perut) dalam buka puasa bersama, dapat duit. Datang ke acara ini, acara itu, dapat duit. Pantaaaassss pegawai pemerintahan kita malas. Malas bergerak kalau tidak dikasih uang pelicin. Pantassss mereka cemberut jika kita belaga pilon ga mau kasih duit supaya urusan kita beres.
Spekulasi saya dan teman saya, mungkin separuh dari peserta yang hadir datang ke acara tersebut hadir karena motif dapat duit dan makan gratis. Spekulasi saya dan teman saya, mungkin "amplop" itu harusnya berisi lebih (karena 110ribu adalah jumlah yang cukup ganjil), tapi lalu 'dipotong' untuk ongkos capek panitia. Tapi kami lelah berspekulasi. Kami hanya tertawa, menertawakan bobroknya bangsa ini (termasuk kami sendiri) sambil... memasukkan amplop tersebut ke tas kami masing-masing. Tiba-tiba, saya merasa tidak begitu bangga pada diri saya yang seorang Indonesia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar