Selasa, 07 Juli 2009

A wake-up call?

"Hey, don't seek any one's approval regarding your life. Not mine,
not any one else's. Your life is for your to live with. It's a state of
mind. It starts with a dream, and, if followed by focus, attention and
hard work, ends up with crystallization of the dream. So dream, focus,
strive hard, get closer to your dream every single moment, then the
universe will conspire to make your dream come true. Don't forget to learn
more about the One that can make your dream come true, the Almighty.
Do good, explore life, be daring, and constantly remember God, Sayang. You'll do Fine."

That was an e-mail I found in my inbox sent to me about 3 years ago from a man whom I respect very much, that believes that I shouldn't be doing what I'm doing right now, and always encourages me to pursue my real passion and dreams.

I got it, I got it. I am living my life more. I dream and focus more, and little by little, I've succeeded to accomplish things that I listed in my "Wish List" I made almost a couple of years ago.

I now believe, that what I do now is only a process to something better. A stepping stone. If I will only be patient, in time, I will finally find my courage to leave this job, which, not I love so much (= hate). It is just a matter of time.

But When? is always the question. Am I done seeking for people's approvals? How much more acknowledgments will I need before I can actually let it go and.. be happy doing something else.
Even though it might not make everyone happy.

Life is too short. Maybe it's time to make myself happy.

Rabu, 20 Mei 2009

The Wish List

Beberapa hari lalu saya menemukan wish list yang saya buat kira-kira 1,5 tahun lalu. Isinya, ya seperti namanya, adalah daftar keinginan dan goal yang ingin saya capai dari segi relationship, pekerjaan, dan ambisi2 pribadi lainnya.. Tanpa sadar, semua yang ada di dalamnya, Alhamdulillah, sudah dan akan tercapai tahun ini.

Saatnya buat yang baru. Dan sekarang, saya tambah percaya betapa besarnya kekuatan mimpi.

Selasa, 05 Mei 2009

... and life goes on.

I just came back from a long vacation last Thursday. 6 weeks long. I came back quite discreetly, by this, I meant no cliche FB status saying "... is glad to be back home after a long vacation". Nobody didn't really know when I was coming back, except of course for my boyfriend and my parents. I wanted to be under the radar until I'm fully recovered from the jetlag, until I was ready to catch up with all the dramas and reality. But before that, I wanted to spend quality time with my bofriend, my parents, and course.. my cats.

But... my homecoming was not that discreet after all.

Friday, after a good 2 hour relaxing massage, I was shocked by text message saying that a friend had passed away that morning. The friend that broke the news told me to meet her at the parking lot of this place where we all used to work together. When I got there, under the tree where we all used to have our smoking breaks during the shifts, she said, "Welcome home". And just like that, I was reunited with 4 other friends at a funeral of our mutual good friend. It was a sad moment, but it was a good reunion. I was really good friends with two of them back in the days. We were quite inseparable, until one day we went to different paths, I will always love hem dearly. We talked a bit over dinner, and discovered that one was still doing her music, a newspaper column, a coffeeshop, a crafty shop, and a whole other bunch of stuff only God knows what, and I truly admire her for that. One was just recently engaged and moving to a Scandinavian country. And this last one happened when I was away!

Saturday was quality time with the boyfriend. On Sunday I discovered that 2 of my good friends (finally) hooked up, and, from story of both sides, looked like they hit it off, right after I left for my trip. This, was quite a shocking too, but a good one I must say. I was excited for them. But I guess (well of course)they were more excited, because it was all they talked about, and I hardly had the chance to tell them how fascinating my trip was.

Today I felt like I was finally ready to catch up with some friends. I was going to visit one that just had a baby just before I left, but she was not home. So I was back with my computer. Feeling a bit bored, suddenly I remembered some of my girlfriends was planning to throw a bachelorette party at the end of this month for a friend that is getting married in early June. So I called, but all I got was her voicemail. So I went back to my computer. And then I called a couple of more friends. They sounded excited I was back, and would ask, "so how was your tripppp?" but then as I opened my mouth to answer the question they were really occupied with the boyfriend, groceries and screaming nephews so they had to, "Wowww sounds good.. Listen, can i call you back in 5? I really can't talk right now". Well it has been a couple of hours now and none of them called back yet.

The moral of the story? Nothing, really. It was just suddenly I felt that time flies too fast. In a blink of an eye, people move on with their lives. With, or without you in it. People don't postpone their lives just because you're away. Especially for such a short period (which I initially thought was quite long..)

"Oh, you're away for vacation? Great, good for you. Have fun and have a good trip. Now can I move on with my life?"

"Ahhhh.. you're home noww? Great, good for you. How was it? Great, I bet. Wow. Now can I get back to my life?"

In a blink of an eye, I also have come to realized how small of group of friends that I have their phone numbers memorized to share my intimate traveling stories, because they're the ones that understand all the sentimental reasons behind this trip. And all of them, were not available tonight. And for first time in a loongggg time. I feel.. lonely.

Senin, 04 Mei 2009

Pembunuh VS Koruptor

Aduhhh saya tahu judul posting ini serius banget. Tapi seharian ini saya di rumah bersama ayah mengikuti perkembangan penyidikan Ketua KPK Non-Aktif Antasari Azhar (untuk selanjutnya mari kita sebut saja si AA), dan menghela napas berat saat statusnya berganti dari saksi menjadi tersangka.

Saya terus terang agak kecewa, karena tadinya cukup memandang si AA sebagai salah satu dari sedikit tokoh yang cukup 'lurus' di pemerintahan kita.

Tak lama ibu saya pulang dan bergabung dengan kami yang dari tadi memantengi berita ini di depan televisi. Ibu saya pun mengungkapkan kekecewaanya atas kasus yang menimpa si AA. "Karena nila setitik, rusak deh susu sebelanga", ibu mengutip peribahasa klasik.

Saya menghiburnya,

"Sudah lah ma, ayo ingat asas praduga tak bersalah. Kan belum ada vonis tetap. Belum tentu salah kok."

"Aduhhhh tapi tetap sajaaa.. Ingat tidak interviewnya di Kick Andy waktu itu? Dia tampak simpatik, family man, punya visi yang jelas dalam pemberantasan korupsi.. Masa sekarang begini? Gara2 cewe lagi.."

Ayah saya menyambar,

"Ahhh ya sudah.. Masih untung dia gak nyolong duit. Kamu tahu gak, duit yang dicolong koruptor yang sudah-sudah itu, bikin mati lebih banyak orang. Nah ini kan dia khilaf, dia main cewek, terus dia bunuh orang yang berusaha memerasnya. Ga ngerugiin banyak orang. Itu sih urusan pribadi dia aja."

Saya ga setuju.

"Loh pah, kok papa seolah-olah bilang pembunuh itu lebih baik dari koruptor. Mereka itu sama aja dong busuknya!"

"All I'm saying anakku, saya masih lebih bersimpati sama AA daripada koruptor-koruptor keparat itu. Kan seperti kamu bilang, kita harus tetap menganggapnya tidak bersalah kan sampai ada vonis tetap dari pengadilan?"

Saya tersenyum kecut. Tetap gak setuju kalau (tersangka) pembunuh dibandingkan dengan (tersangka) koruptor. Menurut saya dua2nya tidak ada yang lebih baik. Terlepas dari adanya asas praduga tak bersalah.

Ibu saya menimpali,

"Mama tetep ga percaya dia terlibat. Pasti ini konspirasi orang-orang yang gak suka sama dia."

"Ah kamu nih suka terbawa perasaan deh. Jangan terlalu sentimentil ah. Nanti kalau dia terbukti bersalah, kamu sedih lagi seperti waktu si Aa Gym kawin lagi."

Hahahahahhaha..

Kamipun beranjak dari ruang televisi. Mulai muak dengan pemberitaan si AA.

Jumat, 27 Februari 2009

Saya (tidak begitu) bangga menjadi orang Indonesia

Kemarin saya berkesempatan menghadiri sebuah seminar yang diadakan oleh salah satu departemen pemerintah dalam rangka sosialiasi Undang-undang di hotel di bilangan Pecenongan. Sosialisasi tersebut sebenarnya ditujukan untuk para hakim, kejaksaan dan kepala-kepala biro hukum departemen-departemen pemerintah lainnya, namun atas jasa baik kenalan saya di departemen tersebut, saya dan satu orang rekan dari kantor diperbolehkan turut menghadiri.

Acara yang dijadwalkan mulai jam 9 akhirnya baru dimulai jam 10 karena petinggi yang akan memberi pidato sambutan sekaligus menandakan acara tersebut resmi dibuka terlambat. (Ahh tipikal..) Tapi yang kemudian membuat saya agak terperangah adalah acara selanjutnya. "Menyanyikan lagu Indonesia Raya", begitu si MC berujar. Lalu, semua dipersilahkan berdiri, dan tampak seorang mbak-mbak maju ke depan untuk memimpin kami semua menyanyikan lagu kebangsaan kita itu. Saya tak bisa ingat kapan terakhir kali saya menyanyikan Indonesia Raya. Saya pikir terakhir kali waktu upacara sewaktu sma dulu, tapi lalu saya br inget belum lama2 ini saya dan Opiq pernah sekali tiba2 menyanyikan Indonesia Raya di mobil diikuti dengan lagu2 wajib nasional lainnya. Ohh rasanya menyenangkan dan rindu sekali dan kami bertanya-tanya apakah anak-anak jaman sekarang masih diajarkan lagu-lagu itu di sekolahnya.

Kembali ke Seminar. Kami semua menyanyikan Indonesia Raya dengan khidmat, saya sampai merasakan bulu2 di sekujur tubuh saya berdiri. Merinding. Tiba-tiba saya bangga menjadi seorang Indonesia.

Seminar berakhir sekitar pukul 13.00, yang langsung diikuti dengan acara makan siang. Selesai makan, saya dan teman saya lalu beranjak ke meja pendaftaran untuk mengambil sertifikat. Lalu si petugas sertifikat bilang, "Mbak, jangan lupa tanda pesertanya ditukar kesana", sambil menunjuk ke meja di sebelahnya. "Sahhh elah, name tag jelek gini aja harus dibalikin nih?", begitu pikir saya, suuzon. Sayapun ke meja itu dan memberikan name tag saya, lalu sebagai gantinya saya menerima amplop. Begitu saya buka, terdapat uang sejumlah Rp. 110.000 di dalamnya. Saya kaget dan langsung cekikikan bersama teman saya. Mungkin kami disangka pegawai pemerintahan spt yang lain mengingat status kami di seminar itu memang sebagai tamu tak resmi. Langsung teringat cerita teman yang pernah bekerja di salah satu BUMN yang bercerita bahwa memang begitu kultur kantor pemerintahan. Ikut gerak jalan, dapat duit. Partisipasi (baca: setor muka dan perut) dalam buka puasa bersama, dapat duit. Datang ke acara ini, acara itu, dapat duit. Pantaaaassss pegawai pemerintahan kita malas. Malas bergerak kalau tidak dikasih uang pelicin. Pantassss mereka cemberut jika kita belaga pilon ga mau kasih duit supaya urusan kita beres.

Spekulasi saya dan teman saya, mungkin separuh dari peserta yang hadir datang ke acara tersebut hadir karena motif dapat duit dan makan gratis. Spekulasi saya dan teman saya, mungkin "amplop" itu harusnya berisi lebih (karena 110ribu adalah jumlah yang cukup ganjil), tapi lalu 'dipotong' untuk ongkos capek panitia. Tapi kami lelah berspekulasi. Kami hanya tertawa, menertawakan bobroknya bangsa ini (termasuk kami sendiri) sambil... memasukkan amplop tersebut ke tas kami masing-masing. Tiba-tiba, saya merasa tidak begitu bangga pada diri saya yang seorang Indonesia.

Kamis, 26 Februari 2009

I'm a happier person today

On most days, I take the transjakarta bus to work, but I'm feeling super lazy today to get on my feet. Normally I'd take a 3 in 1 joki, but that is extra 10thousand and not to mention the extra gas my driver would have to spend on his way home coz he had to take the 'back road' to avoid 3 in 1. Besides, I had promised myself to be extra stingy to myself until my big trip on March. So my driver dropped me off at Al-Azhar, and as I walked to the bus stop I can feel the wind sweeping through my face. It felt reaaaaalllllly good. The sky was blue and the sun is shining but yet it's so breezy. It was such a nice morning! I looked up, smiled and mumbled "good job, God!". And just like that, I am happier person today.

I was in the bus. And was still amazed of how beautiful the morning was. I was glad I chose to take the bus today. Choose. I just realized that I actually had CHOICES. It was a choice I made, that I wanted to save up on gas and money. But to some people it was their only choice to take the bus. Because they didn't have car. Because they could not afford it. They probably don't know the luxurious feeling being in a car, where you have someone to drive it for you, where all you have to do is to put your lazy ass in the backseat and enjoy the ride. You got the office smelling good, dry and.. comfortable. All the factors that make me sometimes so lazy to take the bus. Especially on a hot day, when you have extra perspiration after all that walk from the bus stop. Or in a rainy day, when no matter what size of umbrella you use, you'd still get wet anyways at the end. I thanked God that I still have the choices. And just like that, I am happier person today.

I put my ipod to shuffle when suddenly it played some french bossas. It was a perrrrrfect soundtrack for the morning. It gave me a smile, and accidentally had an eye contact with a man sitting in front of me, and he also smiled, and then he smiled to an older lady that standing in front of him, she smiled back and the man stood up and gave his seat to the lady, which was holding a little kid, that also smiled, glad that he could finally rest his little feet on his granny's lap. And just like that, I am a happier person today.

Rabu, 25 Februari 2009

I just noticed that I have this weird habit..

.. every time I ride transjakarta bus in the morning on my way to work, with my ipod playing the morning playlist, I'd be pumped and have this sudden urge of dancing, and as I tap my foot following the music beats, I would start this wild imagination of me getting up from my seat and dancing wildly through the corridors, and then get back to my seat like nothing happened. I always wonder what that would like and sort of promised myself I'd probably just need to do it one day. Or ask someone to dare me or bet on me to do it. Just for the sake of it. Each day, I'm telling you, it gets more real, and sometimes it's like out of body experience, like I actually saw myself get up and dance, but I didn't. I was just sitting there. It felt like I'm in a music video clip.

How bizarre.

Kamis, 05 Februari 2009

My Dad's B'day (the E-mail - End)

I sent a "Thank You" e-mail the very next day. And this was his reply:

date:Mon, Jan 12, 2009 at 12:39 PM
subject Re: Thank You

The pleasure was mine, and Yvonne's. Pssst, Michelle is my "selingkuhan" ... He he he ...

I wish had a daughter like you. When I made the decision to participate, it was more because of you. I thought, well, a daughter who went the extra mile to make her Dad happy deserves not just a pat on the shoulder. Of course, there are other things to do on my part. But, what I experienced last night was among the highlights that I would remember for a long time. I never regretted what I did, and I thanked the Lord for the good time I had with your family and friends.

You must be a special daughter for your parents. I'm proud of you, and glad to be part of your "plot" to surprise Dad.

Keep up the good works.

Yvonne + Bondan


Just trying my best to please my parents while I can.. And I'm glad to know you, sir..

MY Dad's Bday (the Menu - Part 3)

Ohhhh sampai menit2 terakhir menu belum fixed. Tadinya, saya kekeuh ingin menghidangkan makanan-makanan khas kota kelahiran dan asal ayah saya yang sudah langka, Tegal dan Pekalongan. Sempet menggali-gali ayah mengenai makanan kesukannya waktu kecil, etc. Tapi makkkkk... di Jakarta ini, dengan ribuan so called "WARUNG TEGAL", none of them yang menyajikan makanan ASLI tegal. Saya sampai research di internet, masuk ke komunitas orang tegal dengan bahasanya yang 'ajaib' itu, hahahaha, none of them worked. Kalaupun nemu restoran, mereka hanya menyajikan menu standar seperti nasi lengko. Akhirnya saya memutuskan menu tidak lah harus berasal dari Tegal ataupun Pekalongan, yang penting asli Indonesia. Atas saran tante, saya ker Rumah Makan Ibu Endang di Jl. Wijaya 1, lalu sisanya saya pesan ke teman dan tante Mimis (must thank you so much for all your help that night).

Berikut menu sederhana makanan malam itu:

Welcome drink: Es Teh Sereh

Welcome snack: Tahu Aci khas Tegal

Makanan Utama:

- Soto Pekalongan (Tauto) resep Nenek saya

- Sate Ambal khas Kebumen pesan dari mamanya Uga

- Pecel Madiun lengkap sumbangan tante Mimis dengan daun turi dan daun kecombrang yang sedap nan ajaib aromanya fresh dipetik dari kabon Tante Mimis plus tahu tempe bacem

- Gadon daging dari RM Ibu Endang

- Mangut Ikan Pe dari RM Ibu Endang

- Ikan bandeng bakar saus kecap sumbangan tante Mimis-

- Megono sumbangan tante Mimis (makanan khas pekalongan, yaitu cacahan nangka muda dan parutan kelapa dengan berbagai rempah. cita rasanya gurih sedap dan agak pedas)

Makanan/minuman penutup:

- Es buah carica (buah menyerupai pepaya muda dalam kemasan dengan sirup manis. teksturnya chewy dan sangat segar kalau disajikan dingin. biasanya hanya dapat ditemui di sekitar Dieng dan Wonosobo, tetapi tiba2 saya menemukannya dijual di mini market RSPP.)

- Punch home-made sirup buah pala

MY Dad's Bday (the Guest List - Part 2)

Guest list pada malam tanggal 11 Januari mengalami sedikit perubahan karena beberapa orang berhalangan hadir. Adapun yang akhirnya datang malam itu adalah (in order of appearences):

1. Oom Putut, living just 5 minutes away from our home, was the first to arrive that night. Oom Putut is a fine architect and my mom's long lost friend that recently reunited and clicked with my dad. Suara oom Putut sangat khas and has that 'edge' dengan aksen Jawa kental yang menyelimuti.

2. Oom Andi Rally Siregar with his lovely wife, tante Ollie came second that night. Mantan bankir senior di bank internasional terkemuka yang kemudian menduduki posisi puncak di salah satu pionir stasiun televisi swasta lokal Indonesia. Dengan track record karir yang begitu hebat, setelah pensiun dia tidak malu-malu mencoba berbisnis MLM yang bergerak di bidang kaplet ajaib penghemat BBM. Papa mama berkenalan dengannya melalui undangan presentasi di rumahnya yang masih terhitung satu RT dengan kami. PEMILU ini oom Andi mencalonkan diri untuk menjadi anggota legislatif tanpa melalui perwakilan partai apappun (indpenden). Dengan kesupelan dan kepandaiannya berkomunikasi, mudah2an bukan hanya2 kaplet2 itu yang terjual, namun juga ide2 fantastisnya untuk membuat bangsa ini menjadi lebih baik.

3. Oom Rizal berperawakan agak tambun, hampir setambun ayah saya. Suaranya jika berbicara keras dan lugas khas orang Batak. Jika belum terbiasa, mungkin agak terintimidasi. Namun hatinya lembut tidak skeras penampilannya. Waktu rumah kami di Cipinang dulu diterpa banjir besar di tahun 2002, oom Rizal sekeluarga menampung kami semua di rumahnya selama hampir 3 bulan. Istrinya adalah sahabat ibu saya di masa kuliah hingga kini. Mereka semua tergabung dalam grup pertemanan yang sudah berusia lebih dari 25 tahun dengan iuran arisan 6 bulanan yang tidak berubah dari dulu tidak berubah, yaitu sejumlah RP. 25ribu saja.

4. Oom Imam Prasojo yang malam itu berhalangan hadir digantikan oleh Oom Aristides Katoppo beserta istrinya, Mimis Katoppo. Like Oom Imam, Oom Tides is (also) distant relative of our family. Oom Tides adalah salah seorang tokoh jurnalisme Indonesia yang disegani dan telah menelurkan beberapa buah buku. Beliau pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi Sinar Harapan serta menjadi dosen tamu di John Hopkins University. Pembawaannya santai dan agak nyeleneh. Outspoken, with very smart of sense of humor. Malam sebelumnya, waktu saya menanyakan keberadaan beliau di pernikahan sepupu saya, tante Mimis menjawab, "Oh, oom nyusul ya. Dia tadi lagi diundang nobrol2 sebentar for an afternoon tea di rumah pribadi US Ambassador, biasa lah catching up on the latest policies John (Howard) made".

5. Oom Jendol, sepupu Ibu saya malam itu berhalangan hadir karena diare hebat yang dideritanya sejak beberapa hari sebelumnya. Tidak ada pengganti, karena beliau mengabari di menit2 terakhir. Sehingga tamu ke-5 adalah tamu yang datang terakhir yang juga merupakan celebrity guest (saya mau menyebut tamu kehormatan tapi saya merasa oom2 yang semua hadir malam itu adalah merupakan orang2 terhormat dan untuk menjamu mereka semua malam itu adalah kehormatan bagi saya dan keluarga), pak Bondan Winarno, beserta istrinya Ivonne (oh btw malam itu saya salah menyebut nama Ivonne menjadi Michelle dalam pidato pembukaan saya. malunyaa..)

Need I say more about this guest? Jauh sebelum beliau punya acara televisi dan ngetop dengan the famous remark of "Mak Nyus"-nya, BW adalah wartawan. Beliau adalah penulis lepas untuk berbagai media cetak (Kompas, Tempo, Asian Wall Street Journal to name a few) dan mantan pemimpin redaksi Suara Pembaruan yang kebetulan punya hobi jalan-jalan dan makan-makan. Ia pun menulis mengenai hobinya di kolom Jalansutra, yang kemudian diteritkan menjadi buku. Ayah saya yang memang kolektor buku, mengikuti sepak terjang BW dari dulu. Satu yang saya ingat adalah buku kumpulan cerpen BW yang diterbitkan tahun 80-an. Saya ingat ayah terkesan dengan salah satu cerpen yang ditulis BW di buku tersebut simply karena setting cerpen adalah di Vancouver, Canada, kota yang sangat dicintai ayah saya dan sempat ditinggalinya di awal tahun 80-an. Deskripsi Vancouver di cerpen itu begitu detil, sehingga kerinduannya pada kota itu semakin menjadi.

So there it is.. the guest list. Kandidat celebrity guest yang sempat saya hubungi untuk back up adalah Wimar Witoelar dan Andy F. Noya (from Kick Andy). Saya berhasil bertukar pesan dengan Wimar melalui facebook dan menyatakan keinginannya untuk datang namun beliau sudah terlanjur ada previous arrangement hari itu. Dan Andy Noya, melalui contact person, sedang berada di Jepang hari itu.

Thanks again guys for your help and support in making this happen.

Minggu, 18 Januari 2009

MY Dad's Bday (the 11th of January - Part 1)

Jika kalian ingat, beberapa waktu yang lalu saya sempat sibuk merancang sebuah pesta kecil dalam rangka ulang tahun ayah saya yang ke-60. Saya berjanji kepada beberapa kawan yang turut membantu dan sumbang pendapat, saya akan memberikan ulasannya.

Hari ulang tahun ayah jatuh tepat hari minggu yang lalu pada tanggal 11 Januari. Pada akhir pekan itu, seisi rumah saya disibukkan dan 'diobrak-abrik' oleh persiapan pernikahan sepupu saya, lengkap dengan seluruh prosesinya, yang bertempat di rumah saya pada tanggal 9 dan 10-nya. Saya mulai sangsi apakah pada hari Minggu rumah saya sudah beres dan cukup layak untuk menjamu tamu-tamu ayah saya. Terlebih lagi, ibu saya tiba-tiba jatuh sakit diserang demam misterius yang mengarah ke gejala awal typhus. Sungguh rasanya ingin membatalkan saja rencana ini. Apalagi, detil-detil rencana tersebut masih banyak yang bolong. Menu makanan dan tamu yang diundang belum juga fixed, belum memikirkan souvenir dan seating arrangement. Dekorasi. Bunga. Belanja bahan makanan. Haduh! Tapi ibu membesarkan hati saya untuk jalan terus. Pacar saya juga. Namun yang paling membesarkan hati adalah sms yang masuk ke hp saya yang berbunyi: "Hi there, just want to let you know, I'm not forgetting your dad's birthday on Sunday. Greetings from Bandung. BW." Saya sempat gamang. Apakah ini berarti beliau jadi datang? Perasaan lega menyeruak sedikit. Baru saja saya kepikiran untuk mengirim e-mail reminder tapi beliau sudah mengirim sms duluan. Mudah2an ini pertanda baik.

Minggu siang. Kami semua masih cukup lelah dari resepsi malam sebelumnya dan ayah sempat usul jadwal makan siang bersama keluarga siang itu dirubah menjadi makan malam saja. Berbagai alasan saya utarakan, karena saya tetap ingin menjadikan pesta kecil nanti malam kejutan untuk ayah. Makan siang akhirnya baru dimulai sekitar pukul 2, dan hingga 3.30 tak tampak ayah akan segera menyudahinya. Saya mulai panik, karena begitu banyak persiapan yang belum saya lakukan untuk pesta nanti malam. Untung kami memilih restoran dekat rumah. Akhirnya dengan alasan akan menjamu tamu sepupu saya dari Australia nanti malam di rumah, saya dan pacar undur diri. List to do's sore itu mencakup: ke rumah untuk mengecek sejauh mana sisa2 tenda kemarin telah dibereskan, set-up meja makan, membeli bunga dan lilin dekorasi, mengambil pesanan makanan, dan banyak lagi.

Sampai di rumah tenda belum selesai dibongkar dan kolam berenang masih tampak coklat menjijikan. Padahal, jamuan makan malam akan diadakan di teras yang menghadap ke kolam. Belum lagi meja yang akan kami pakai ternyata disimpan di gudang loteng yang sulit dicapai dan untuk mengambilnya akan memakan waktu. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya kami memutuskan mengadakan acara di dalam rumah, walaupun itu berarti bersebelahan persis dengan pelaminan Minang yang masih belum dibongkar sisa acara kemarin.

I applauded my boyfriend that day for his support and his ability to keep me in place so that I could think clear. Perlahan namun pasti, satu persatu kamipun mencoret poin dalam "to do list" kami. Meja berhasil diturunkan, karpet mulai digelar, makanan mulai terkumpul, bunga dan lililn berhasil didapatkan. Sekitar pukul 5, BW sms saya, "I'm back early from Bdg and now at home. Is it too much of I bring my wife along?". Oh wow, he's really coming!

Saya pun lalu mengkonfirmasi tamu2 yang lain, mengingatkan agar mereka tidak datang lebih dari pukul 7. Tamu pertama datang pukul 18.50. Ayah saya baru saja turun dari kamarnya setelah sempat bersungut-sungut. (Ingat, sejauh ini, sepengetahuan ayah saya adalah ia harus menjamu tamu2 sepupu saya dari Australia). Raut lelah di wajahnya langsung berganti sumringah serta agak bingung saat ia menyambut Oom Putut. Dengan masih terheran-heran ayah sempat memuji tatanan meja makan. Saya lalu pamit ke dapur untuk menyiapkan makanan.

Sesuai rencana, tamu-tamu mulai berdatangan. Saya sibuk di dapur menyiapkan hidangan, jadi tidak sempat lagi melihat ekspresi ayah. Tepat pukul 19.30 BW menelepon, "Ibu, saya sudah sampai dan ada di depan rumah". Saya menjemput beliau beserta istri ke teras depan dan mengantarnya masuk ke rumah untuk bertemu ayah.

Ayah tampak sangat terkejut, bahagia dan terheran-heran. Hahahahah aduh the moment was so priceless! Setelah saling memperkenalkan diri, saya menghidangkan snack dan minuman pembuka. Lalu sekitar pukul 19.50 saya harus 'membuka' acara dengan memberi pidato sambutan.

Got through the opening speech quite well. Kakak saya juga sumbang sepatah dua patah kata. Lalu ayah juga speech. Yang ga disangka-sangka, semua tamu juga end-up ingin kasih speech semua. Huhuhuhuhuhu menngharuuu biruuuuuu dehhhh suasananya..

Makan malam dibuka dengan soto andalan, lalu disusul dengan makanan2 lain lengkap hingga hidangan penutup. Pacar, kakak dan kakak ipar saya bergantian bertugas menjadi waiter dan witress dadakan sementara saya supervise flownya dari pantry. Hahahahhaah it was quite a chaotic.

Percakapan di meja makan malam itu terlihat lancar, terdengar dari gelegar tawa yang bersahutan. Semua tamu tampak asyik berinteraksi, oh it was such an interesting mix of crowd! Later that nite Ibu saya cerita, papaku yang biasanya tukang bercerita malam itu tampak lebih diam, terpana dan asyik mengobservasi tamu2 spesial di hadapannya berdiskusi, berdebat dan tertawa bersama.

The beautiful nite had to end eventually, saat BW dan istrinya pamit pulang duluan. Everybody exchanged contacts, sementara tim panitia mulai membagikan souvenir untuk tamu2.. Ohhh the whole night felt so surreal.

Papa memeluk saya, sekali lagi berterimakasih.. Beliau berkata, "Kamu tahu tidak nak, betul sekali yang Oom Rally bilang tadi, bahwa pencapaian seseorang itu dalam hidupnya dapat diukur dalam keberhasilannya mendidik anak-anaknya. Papa bersyukur sepertinya di area ini papa telah cukup berhasil mendidik kamu dan mas." Mata saya berkaca-kaca dan sayapun berterimakasih, atas peranannya sebagai ayah terhebat yang dapat dimiliki oleh seorang saya selama 25 tahun ini.. I am very proud to have you as my dad.

Kamis, 01 Januari 2009

Updates on my little dinner project for my dad

Menyambung postingan saya sebelumnya, pagi ini di hari pertama tahun 2009, saya mendapat e-mail dari Bondan Winarno himself yang cukup melegakan hati:

Thank you for a long but enjoyable letter. It is always good to read good writing.
Unfortunately, I have good news and bad news for you.
The bad news first. I am scheduled to be in Bandung 10-11 January for a contract I've signed last month.
The good news: the event in Bandung might finish earlier, so I might be able to attend the dinner. But, I will dress casual as I will come straight from Bandung to your place.
So this is my promise: God willing, if the event finished earlier, I would be at your place. Don't promise anything yet to your Dad until I arrive.
Best regards,
Bondan

Terimakasih teman-teman untuk segala usulan dan bantuannya.. Mudah2an saya bisa merealisasikan proyek ini sebagai hadiah tak terlupakan untuk ulangtahun ayah saya yang ke-60 nanti. Meanwhile, saya masih mencoba Wimar dan Andy.. Thanks again everyone! Happy new year!

The Menu

Misi saya selanjutnya berkaitan dengan proyek kecil yang sedang saya rencanakan dalam rangka ulang tahun ayah adalah menentukan menu.

Menunya haruslah 100% makanan Indonesia, dan kalau bisa, merupakan makanan yang sudah langka dan jarang dapat ditemui sehari-hari. Menu yang sudah fixed so far baru Soto Pekalongan yang merupakan masakan kebangaan keluarga kami atau dikenal juga dengan Tauto, yang resepnya sudah ada di keluarga ayah saya turun temurun. Masakan ini sudah dapat dikatoegorikan langka karena waktu saya dan ayah mengunjungi Pekalongan tahun lalu, susah sekali menemukan penjual yang menjual makanan ini. Ayah geram karena "Mie Bakso" dan "Nasi Goreng" atau "Ayam Goreng Jakarta" justru yang terlihat mendominasi pusat jajanan di kota itu. Saat akhirnya kami menemukan satu penjual Tauto, rasanya tidak memenuhi ekspetasi kami.

Ada yang bisa bantu?

Mungkin masakan yang lama banget ga lo rasain dan cuma lo rasain waktu mudik ke rumah eyang dulu dan lo kangen banget pengen ngerasain lagi. Yang dulu lo sering makan waktu kecil tapi sekarang susah sekali ditemukan? Atau masakan khas daerah lo yang cuma bisa dibikin sama nyokap ato nenek lo atau cuma bisa ditemukan di daerah asalnya? Atau bahkan lo pernah denger tentang cerita sebuah masakan yang begitu dahsyatnya sehingga lo mulai berpikir bahwa itu cuma mitos belaka? Atau simply saran gw bisa berkonsultasi ke siapa atau saran website yang punya database mengenai ini. So far saya baru berusaha masuk ke komunitas makansutra yang dibangun sebagai tribut acara tv Bondan.

Please, please, please.. Again, I will need your help. Yang saya ingin coba lakukan adalah:

1. mencoba menemukan alamat rumah makan yang masih menjual masakan2 langka tersebut ataupun menemui orang yang masih sanggup membuatnya; dan/atau
2. mencoba mencari rsep masakan tersebut dan.. *glek* mencoba membuatnya sendiri; dan/atau
3. jika memang masakan tersebut hanya berada di daerah asalnya maka.. berusaha mencari kerabat yang tinggal di kota itu dan.. mengirimkannya ke Jakarta.

Usulan bisa berupa masakan (main course), snack maupun hidangan penutup hingga minuman..