Jumat, 27 Februari 2009
Saya (tidak begitu) bangga menjadi orang Indonesia
Acara yang dijadwalkan mulai jam 9 akhirnya baru dimulai jam 10 karena petinggi yang akan memberi pidato sambutan sekaligus menandakan acara tersebut resmi dibuka terlambat. (Ahh tipikal..) Tapi yang kemudian membuat saya agak terperangah adalah acara selanjutnya. "Menyanyikan lagu Indonesia Raya", begitu si MC berujar. Lalu, semua dipersilahkan berdiri, dan tampak seorang mbak-mbak maju ke depan untuk memimpin kami semua menyanyikan lagu kebangsaan kita itu. Saya tak bisa ingat kapan terakhir kali saya menyanyikan Indonesia Raya. Saya pikir terakhir kali waktu upacara sewaktu sma dulu, tapi lalu saya br inget belum lama2 ini saya dan Opiq pernah sekali tiba2 menyanyikan Indonesia Raya di mobil diikuti dengan lagu2 wajib nasional lainnya. Ohh rasanya menyenangkan dan rindu sekali dan kami bertanya-tanya apakah anak-anak jaman sekarang masih diajarkan lagu-lagu itu di sekolahnya.
Kembali ke Seminar. Kami semua menyanyikan Indonesia Raya dengan khidmat, saya sampai merasakan bulu2 di sekujur tubuh saya berdiri. Merinding. Tiba-tiba saya bangga menjadi seorang Indonesia.
Seminar berakhir sekitar pukul 13.00, yang langsung diikuti dengan acara makan siang. Selesai makan, saya dan teman saya lalu beranjak ke meja pendaftaran untuk mengambil sertifikat. Lalu si petugas sertifikat bilang, "Mbak, jangan lupa tanda pesertanya ditukar kesana", sambil menunjuk ke meja di sebelahnya. "Sahhh elah, name tag jelek gini aja harus dibalikin nih?", begitu pikir saya, suuzon. Sayapun ke meja itu dan memberikan name tag saya, lalu sebagai gantinya saya menerima amplop. Begitu saya buka, terdapat uang sejumlah Rp. 110.000 di dalamnya. Saya kaget dan langsung cekikikan bersama teman saya. Mungkin kami disangka pegawai pemerintahan spt yang lain mengingat status kami di seminar itu memang sebagai tamu tak resmi. Langsung teringat cerita teman yang pernah bekerja di salah satu BUMN yang bercerita bahwa memang begitu kultur kantor pemerintahan. Ikut gerak jalan, dapat duit. Partisipasi (baca: setor muka dan perut) dalam buka puasa bersama, dapat duit. Datang ke acara ini, acara itu, dapat duit. Pantaaaassss pegawai pemerintahan kita malas. Malas bergerak kalau tidak dikasih uang pelicin. Pantassss mereka cemberut jika kita belaga pilon ga mau kasih duit supaya urusan kita beres.
Spekulasi saya dan teman saya, mungkin separuh dari peserta yang hadir datang ke acara tersebut hadir karena motif dapat duit dan makan gratis. Spekulasi saya dan teman saya, mungkin "amplop" itu harusnya berisi lebih (karena 110ribu adalah jumlah yang cukup ganjil), tapi lalu 'dipotong' untuk ongkos capek panitia. Tapi kami lelah berspekulasi. Kami hanya tertawa, menertawakan bobroknya bangsa ini (termasuk kami sendiri) sambil... memasukkan amplop tersebut ke tas kami masing-masing. Tiba-tiba, saya merasa tidak begitu bangga pada diri saya yang seorang Indonesia.
Kamis, 26 Februari 2009
I'm a happier person today
I was in the bus. And was still amazed of how beautiful the morning was. I was glad I chose to take the bus today. Choose. I just realized that I actually had CHOICES. It was a choice I made, that I wanted to save up on gas and money. But to some people it was their only choice to take the bus. Because they didn't have car. Because they could not afford it. They probably don't know the luxurious feeling being in a car, where you have someone to drive it for you, where all you have to do is to put your lazy ass in the backseat and enjoy the ride. You got the office smelling good, dry and.. comfortable. All the factors that make me sometimes so lazy to take the bus. Especially on a hot day, when you have extra perspiration after all that walk from the bus stop. Or in a rainy day, when no matter what size of umbrella you use, you'd still get wet anyways at the end. I thanked God that I still have the choices. And just like that, I am happier person today.
I put my ipod to shuffle when suddenly it played some french bossas. It was a perrrrrfect soundtrack for the morning. It gave me a smile, and accidentally had an eye contact with a man sitting in front of me, and he also smiled, and then he smiled to an older lady that standing in front of him, she smiled back and the man stood up and gave his seat to the lady, which was holding a little kid, that also smiled, glad that he could finally rest his little feet on his granny's lap. And just like that, I am a happier person today.
Rabu, 25 Februari 2009
I just noticed that I have this weird habit..
How bizarre.
Kamis, 05 Februari 2009
My Dad's B'day (the E-mail - End)
I sent a "Thank You" e-mail the very next day. And this was his reply:
date:Mon, Jan 12, 2009 at 12:39 PM
subject Re: Thank You
The pleasure was mine, and Yvonne's. Pssst, Michelle is my "selingkuhan" ... He he he ...
I wish had a daughter like you. When I made the decision to participate, it was more because of you. I thought, well, a daughter who went the extra mile to make her Dad happy deserves not just a pat on the shoulder. Of course, there are other things to do on my part. But, what I experienced last night was among the highlights that I would remember for a long time. I never regretted what I did, and I thanked the Lord for the good time I had with your family and friends.
You must be a special daughter for your parents. I'm proud of you, and glad to be part of your "plot" to surprise Dad.
Keep up the good works.
Yvonne + Bondan
Just trying my best to please my parents while I can.. And I'm glad to know you, sir..
MY Dad's Bday (the Menu - Part 3)
Ohhhh sampai menit2 terakhir menu belum fixed. Tadinya, saya kekeuh ingin menghidangkan makanan-makanan khas kota kelahiran dan asal ayah saya yang sudah langka, Tegal dan Pekalongan. Sempet menggali-gali ayah mengenai makanan kesukannya waktu kecil, etc. Tapi makkkkk... di Jakarta ini, dengan ribuan so called "WARUNG TEGAL", none of them yang menyajikan makanan ASLI tegal. Saya sampai research di internet, masuk ke komunitas orang tegal dengan bahasanya yang 'ajaib' itu, hahahaha, none of them worked. Kalaupun nemu restoran, mereka hanya menyajikan menu standar seperti nasi lengko. Akhirnya saya memutuskan menu tidak lah harus berasal dari Tegal ataupun Pekalongan, yang penting asli Indonesia. Atas saran tante, saya ker Rumah Makan Ibu Endang di Jl. Wijaya 1, lalu sisanya saya pesan ke teman dan tante Mimis (must thank you so much for all your help that night).
Berikut menu sederhana makanan malam itu:
Welcome drink: Es Teh Sereh
Welcome snack: Tahu Aci khas Tegal
Makanan Utama:
- Soto Pekalongan (Tauto) resep Nenek saya
- Sate Ambal khas Kebumen pesan dari mamanya Uga
- Pecel Madiun lengkap sumbangan tante Mimis dengan daun turi dan daun kecombrang yang sedap nan ajaib aromanya fresh dipetik dari kabon Tante Mimis plus tahu tempe bacem
- Gadon daging dari RM Ibu Endang
- Mangut Ikan Pe dari RM Ibu Endang
- Ikan bandeng bakar saus kecap sumbangan tante Mimis-
- Megono sumbangan tante Mimis (makanan khas pekalongan, yaitu cacahan nangka muda dan parutan kelapa dengan berbagai rempah. cita rasanya gurih sedap dan agak pedas)
Makanan/minuman penutup:
- Es buah carica (buah menyerupai pepaya muda dalam kemasan dengan sirup manis. teksturnya chewy dan sangat segar kalau disajikan dingin. biasanya hanya dapat ditemui di sekitar Dieng dan Wonosobo, tetapi tiba2 saya menemukannya dijual di mini market RSPP.)
- Punch home-made sirup buah pala
MY Dad's Bday (the Guest List - Part 2)
1. Oom Putut, living just 5 minutes away from our home, was the first to arrive that night. Oom Putut is a fine architect and my mom's long lost friend that recently reunited and clicked with my dad. Suara oom Putut sangat khas and has that 'edge' dengan aksen Jawa kental yang menyelimuti.
2. Oom Andi Rally Siregar with his lovely wife, tante Ollie came second that night. Mantan bankir senior di bank internasional terkemuka yang kemudian menduduki posisi puncak di salah satu pionir stasiun televisi swasta lokal Indonesia. Dengan track record karir yang begitu hebat, setelah pensiun dia tidak malu-malu mencoba berbisnis MLM yang bergerak di bidang kaplet ajaib penghemat BBM. Papa mama berkenalan dengannya melalui undangan presentasi di rumahnya yang masih terhitung satu RT dengan kami. PEMILU ini oom Andi mencalonkan diri untuk menjadi anggota legislatif tanpa melalui perwakilan partai apappun (indpenden). Dengan kesupelan dan kepandaiannya berkomunikasi, mudah2an bukan hanya2 kaplet2 itu yang terjual, namun juga ide2 fantastisnya untuk membuat bangsa ini menjadi lebih baik.
3. Oom Rizal berperawakan agak tambun, hampir setambun ayah saya. Suaranya jika berbicara keras dan lugas khas orang Batak. Jika belum terbiasa, mungkin agak terintimidasi. Namun hatinya lembut tidak skeras penampilannya. Waktu rumah kami di Cipinang dulu diterpa banjir besar di tahun 2002, oom Rizal sekeluarga menampung kami semua di rumahnya selama hampir 3 bulan. Istrinya adalah sahabat ibu saya di masa kuliah hingga kini. Mereka semua tergabung dalam grup pertemanan yang sudah berusia lebih dari 25 tahun dengan iuran arisan 6 bulanan yang tidak berubah dari dulu tidak berubah, yaitu sejumlah RP. 25ribu saja.
4. Oom Imam Prasojo yang malam itu berhalangan hadir digantikan oleh Oom Aristides Katoppo beserta istrinya, Mimis Katoppo. Like Oom Imam, Oom Tides is (also) distant relative of our family. Oom Tides adalah salah seorang tokoh jurnalisme Indonesia yang disegani dan telah menelurkan beberapa buah buku. Beliau pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi Sinar Harapan serta menjadi dosen tamu di John Hopkins University. Pembawaannya santai dan agak nyeleneh. Outspoken, with very smart of sense of humor. Malam sebelumnya, waktu saya menanyakan keberadaan beliau di pernikahan sepupu saya, tante Mimis menjawab, "Oh, oom nyusul ya. Dia tadi lagi diundang nobrol2 sebentar for an afternoon tea di rumah pribadi US Ambassador, biasa lah catching up on the latest policies John (Howard) made".
5. Oom Jendol, sepupu Ibu saya malam itu berhalangan hadir karena diare hebat yang dideritanya sejak beberapa hari sebelumnya. Tidak ada pengganti, karena beliau mengabari di menit2 terakhir. Sehingga tamu ke-5 adalah tamu yang datang terakhir yang juga merupakan celebrity guest (saya mau menyebut tamu kehormatan tapi saya merasa oom2 yang semua hadir malam itu adalah merupakan orang2 terhormat dan untuk menjamu mereka semua malam itu adalah kehormatan bagi saya dan keluarga), pak Bondan Winarno, beserta istrinya Ivonne (oh btw malam itu saya salah menyebut nama Ivonne menjadi Michelle dalam pidato pembukaan saya. malunyaa..)
Need I say more about this guest? Jauh sebelum beliau punya acara televisi dan ngetop dengan the famous remark of "Mak Nyus"-nya, BW adalah wartawan. Beliau adalah penulis lepas untuk berbagai media cetak (Kompas, Tempo, Asian Wall Street Journal to name a few) dan mantan pemimpin redaksi Suara Pembaruan yang kebetulan punya hobi jalan-jalan dan makan-makan. Ia pun menulis mengenai hobinya di kolom Jalansutra, yang kemudian diteritkan menjadi buku. Ayah saya yang memang kolektor buku, mengikuti sepak terjang BW dari dulu. Satu yang saya ingat adalah buku kumpulan cerpen BW yang diterbitkan tahun 80-an. Saya ingat ayah terkesan dengan salah satu cerpen yang ditulis BW di buku tersebut simply karena setting cerpen adalah di Vancouver, Canada, kota yang sangat dicintai ayah saya dan sempat ditinggalinya di awal tahun 80-an. Deskripsi Vancouver di cerpen itu begitu detil, sehingga kerinduannya pada kota itu semakin menjadi.
So there it is.. the guest list. Kandidat celebrity guest yang sempat saya hubungi untuk back up adalah Wimar Witoelar dan Andy F. Noya (from Kick Andy). Saya berhasil bertukar pesan dengan Wimar melalui facebook dan menyatakan keinginannya untuk datang namun beliau sudah terlanjur ada previous arrangement hari itu. Dan Andy Noya, melalui contact person, sedang berada di Jepang hari itu.
Thanks again guys for your help and support in making this happen.